Ridwan Timor Febrian

Kamis, 30 Agustus 2012

Perpisahan

Bilamana rindu ini telah memuncak
melebihi sunyi yang lebih sepi dari malam

Maka biarkan tangan dingin ini mengusap airmata pada pipimu,
agar kesepian luruh dengan seluruh

Pijakan demi pijakan, kini kan terasa hampa
seperti pijakan tunanetra yang kan berkelana
dipagi yang teramat buta.
Berkelana ditanah yg hampa
mencari sinar terang dariNya
mencium arti kehidupan yg fana
dengan sepercik asa membara dalam dada.

Ketika Mati Menjadi Temanmu

Langkahkan kakimu detik demi detik
seperti detak-detak dalam sajak yg kau pijak untukNya

Hinggaplah engkau seperti burung pipit yg ramah menyapa ranting
sebelum lelah terasa sempit
terasa sangat asing

Malam ini dengan mudahnya engkau merasa dingin
lalu .. Menari dilorong sepi yg engkau sendiri
tak tau arah untuk kembali

Selamat menitih karir puisi di sepanjang jalan paling sunyi.
kini, disini kami para pemimpi akan saling beradu sepi
dalam resah yg tak terperi.

Hai, aku?


Bisa di bilang aku ini gak ada. Seorang anak yg tak dimiliki ibunya, seorang sahabat yg tak di miliki teman-teman nya. Meskipun seluruh dunia memelukku. Aku tetaplah seseorang yg lumpuh yg tak mengenal siapa-siapa walau dirinya sendiri. Jika seseorang tak segera menyelamatkanku dengan hati nya, aku akan berusaha menyelamatkan diriku sendiri.. dengan khayalanku sendiri tentunya. Aku letih, menjadi seorang lelaki kecil yg terus terkucilkan dan terus tersingkirkan. Apa mungkin aku akan terus begini, terus bertahan menikmati kesepianku sendiri dengan egois... sangat egois.. Aku hanyalah segelintir orang, yg tak mampu berbuat apa-apa ketika dunia mengolok-olok perbuatanku. Atau mungkin aku hanya manusia yang terluka dan terus terluka oleh rasa putus asa. Dimana aku harus berlabuh, saat semua sudah tak mampu kusentuh?